ak hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang gemar
melakukan "blusukan". Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto pun
memiliki hobi yang sama, hanya saja cara keduanya melakukan berbeda.
Pada
masa Seoharto memimpin, tak ada istilah khusus untuk menyebut inspeksi
mendadak yang kini dipopulerkan dengan nama "blusukan" oleh Jokowi. Tak
ada pula penyambutan keramaian karena semua dilakukan serba rahasia.
Sebuah
pengalaman unik dirasakan Try Sutrisno pada tahun 1974 ketika dia masih
menjadi ajudan Soeharto soal hobi mantan kepala negara satu itu.
Suatu ketika, Soeharto tiba-tiba memerintahkan Try untuk segera menyiapkan mobil dan pengamanan seperlunya.
"Siapkan
kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja
dan tidak perlu memberitahu siapa pun," perintah Soeharto seperti yang
dikenang Try Sutrisno dalam buku"Soeharto: The Untold Story".
Perjalanan
rahasia itu berlangsung selama dua pekan. Hanya Try, Dan Paspampres
Kolonel Munawar, Komandan Pengawal, satu ajudan, Dokter Mardjono dan
mekanik Pak Biyanto yang mengurus kendaraan yang turut serta dalam
perjalanan itu.
Di luar rombongan ini, hanya Ketua
G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani yang mengetahuinya.
Panglima ABRI ketika itu bahkan tidak tahu bahwa presiden sedang
berkeliling dengan pengamanan seadanya ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Jawa Barat.
Pada saat itu, Indonesia memasuki tahap
Pelita II. Sehingga, Soeharto merasa harus turun langsung memantau
program-program pemerintah dilaksanakan.
Dengan
melakukan perjalanan rahasia seperti ini, Soeharto bisa melihat kondisi
desa apa adanya dan mendapat masukan langsung dari masyarakat.
"Kami
tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa atau
rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistik, selain membawa beras dari
Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Benar-benar
prihatin saat itu," tutur Try.
Meski pejalanan itu
berusaha ditutup rapat, kedatangan presiden ke suatu desa akhirnya bocor
juga hingga sampai ke telinga pejabat setempat.
Para
pejabat daerah pun geger hingga memarahi Try Sutrsino karena merasa
tidak diberi kesempatan untuk menyambut presiden. Try tidak bisa berbuat
banyak karena perjalanan ini adalah kemauan Soeharto.
Try
yang kemudian hari menjadi Wakil Presiden ini pun melihat Soeharto
terlihat begitu menikmati perjalanan keluar masuk desa. Semua hal yang
ditemui di lapangan dicatat Soeharto untuk jadi bahan dalam rapat
kabinet.
Saking menikmatinya perjalanan itu,
Soeharto tidak protes atau pun marah saat ajudannya salah mengambil
jalan hingga akhirnya tersasar. Padahal, Soeharto mengetahui betul seluk
beluk wilayah itu. Dalam ingatan Try, Soeharto ketika itu hanya
tersenyum.
Perjalanan
incognito itu pun berakhir di Istana Cipanas dengan kondisi semua
lelah. Try mengungkapkan, Soeharto mempersilakan para pembantunya untuk
makan terlebih dulu daripada dirinya.